Artikel: POTENSI WILAYAH KECAMATAN WONOSAMUDRO, BOYOLALI

POTENSI WILAYAH KECAMATAN WONOSAMUDRO, BOYOLALI

(Dari Jagung Menuju Kecamatan Mandiri)

Wonosamudro merupakan salah satu dari 3 kecamatan baru di Kabupaten Boyolali yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Wonosegoro. Pada awalnya Wonosegoro memiliki 18 desa, karena dirasa terlalu besar sehingga perlu diadakannya pemekaran wilayah, yang menghasilkan Kecamatan baru dengan nama yang identik yaitu Wonosamudro. Kecamatan Wonosamudro sendiri memiliki 10 desa dengan ibu kota kecamatan berada di Desa Garangan. Ketiga kecamatan baru hasil pemekaran yang ada di Kabupaten Boyolali ini telah di resmikan dan dilakukan pelantikan camat di masing-masing kecamatan baru pada akhir tahun 2018 lalu. Namun demikian, untuk di kecamatan Wonosamudro sendiri, seluruh administrasi untuk di tahun 2019 ini masih menginduk pada kecamatan sebelumnya, yaitu Kecamatan Wonosegoro.

Kondisi geografis kecamatan Wonosamudro secara umum merupakan daerah yang berbentuk gumuk / perbukitan yang mana tanah di daerah tersebut adalah tanah lempung, sehingga air yang tersimpan tidak terlalu banyak. Di kecamatan Wonosamudro sendiri sangat sedikit lahan yang dapat digunakan untuk menanam padi sebagai bahan pokok utama. Sebagian besar tanah yang ada di kecamatan Wonosamudro digunakan untuk menanam jagung pada musim penghujan dan ketika musim kemarau di gunakan untuk menanam palawija. Sehingga kecamatan Wonosamudro sendiri merupakan salah satu penghasil jagung yang cukup besar, karena hampir setengah luas wilayah dari kecamatan tersebut digunakan warganya untuk menanam jagung. Pada musim kemarau, di daerah kecamatan Wonosamudro sering mengalami kekeringan, dikarenakan kondisi tanah yang kurang bisa menyimpan air.

Dilihat dari kondisi masyarakat yang bertempat tinggal di kecamatan Wonosamudro sebagian besar merupakan masyarakat kelas menegah kebawah. Mayoritas penduduknya merupakan petani yang memanfaatkan lahan perbukitan dengan menanam jagung atau ada juga yang memiliki sedikit lahan di daerah kecamatan Wonosegoro untuk menanam padi. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki usaha atau sebagai pedagan di daerah tersebut, komoditas utama yang dihasilkan dari perdagangannya pun hanya berupa jagung. Dikarenakan letak geografis daerah tersebut yang cukup luas dan jarak antar desa di pisahkan oleh lading, terkadang masyarakat sedikit kurang peduli terhadap kondisi masyarakat di desa sebelahnya, kecuali yang mereka memiliki hubungan saudara, namun demikian hubungan masyarakat yang didalam lingkup desa sendiri sangat lah baik, budaya bersih desa, gotong royong juga masing sangat kental.

Kondisi pendidikan warga kecamatan Wonosamudro bisa dikatakan masih sangat rendah. Jenjang pendidikan yang di tempu pada tingkat SMA/K pun hanya sebagian kecil warganya yang mau melanjutkan sampai pada jenjang tersebut. Mayoritas pemuda di kecamatan tersebut hanya menempuh jenjang SMP sederajat. Mereka yang sudah lulus dari sekolah menengah pertama lebih memilih untuk langsung mencari pekerjaan di luar kota atau hanya sekedar menganggur di rumah sembari menunggu musim bertani tiba yaitu di musim penghujan. Meskipun sesungguhnya di wilayah Wonosamudro tersebut terdapat sarana pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP/sederajat, dan SMA, namun  minat atau kemampuan pendidikan didaerah tersebut masih cukup rendah. Salah satu contohnya adalah, hampir 75% pelajar di salah satu SMA di kecamatan Wonosamudro merupakn bukan warga dari kecamatan Wonosamudro itu sendiri, namun justru dari luar kecamatan. Dan ketika di lihat di SMA/K di sekitar wilayah Wonosamudro yang ada, dari daftar pelajar juga sangat sedikit yang berasal dari kecamatan Wonosamudro.

Berdasarkan hasil survei yang pernah saya lakukan di daerah kecamatan Wonosamudro beberapa waktu yang lalu, dan berdasarkan kondisi daerah tersebut dapat diperoleh bahwa wilayah tersebut memiliki potensi yang cukup besar namun belum di kelola dengan baik oleh pemerintah setempat. Potensi yang terdapat di daerah tersebut adalah, banyaknya lahan yang digunakan untuk menanam jagung dan jagung yang dihasilkan pun memiliki kualitas yang cukup baik, sehingga seharusnya dengan hasil tersebut dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat daerah Wonosamudro dan mungkin dapat menjadi ikon daerah yang dapat menjadi kebanggaan wilayah. Dan lagi, dengan banyaknya kaum perempuan yang ketika tidak lagi musim tanam mereka hanya mengganggur di rumah tanpa ada aktifitas selain mencari pakan untuk ternak mereka.

Berdasarkan potensi yang dimiliki daerah Wonosamudro, dengan adanya komoditas jagung yang berkualitas serta banyaknya kaum perempuan di daerah tersebut, ketika ada sekelompok pemuda yang bekerja sama dengan pemerintah setempat dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat dengan mengadakan pemberdayaan masyarakat yang berupa penyuluhan dan pendampingan pengolahan paska panen komoditas jagung. Yang awalnya ketika jagung di jual hanya menghasilkan rp. 4.600.,-/kg jagung, dengan adanya pendampingan pengolahan paksa panen akan dapat meningkatkan nilai jual jagung tersebut. Pengolahan paksa panen tersebut dapat berupa pembuatan olahan dari jagung seperti kripik jagung, yogurt jagung, marneng dan lain-lain. Terlebih jika dapat didirikan BUMDES (Bandan Usaha Milik Desa) yang nantinya akan dikelola oleh sebagian warganya akan menjadikan lapangan pekerjaan tersendiri bagi pemuda yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

Peran perempuan (ibu-ibu) warga didalam pengembangan BUMDES adalah sebagai pembuat atau produsen olahan jagung yang nantinya akan di pasarkan di BUMDES tersebut, kemudian para pemuda yang putus sekolah dapat menjadi pengelola dan bagian pemasaran. Untuk pemasarannya sendiri dapat dilakukan dengan memanfaatkan media sosial yang dimiliki, sehingga akan menambah luasnya jaringan dari BUMDES itu sendiri. Selain menjual hasil olahan dari jagung tersebut, BUMDES juga dapat menjadi tempat pengepul hasil panen jagung yang mana peran BUMDES adalah mencari pasar penjualan jagung sehingga hasil penjualan jagung dapat menjadi lebih tinggi. Selain itu, BUMDES dapat menyediakan kebutuhan pertanian, seperti pupuk organik, pupuk kimia, obat-obatan untuk tanaman, alat-alat pertanian dan lain sebagainya.

Sehingga dengan kondisi goegrafis yang sedkit kurang menguntungkan tersebut, dikarenakan wilayah yang cukup sulit untuk menghasilkan beras sebagia bahan pokok utama, warga tetap akan mendapatkan kebutuhan tersebut dengan hasil penjualan dan pengolahan jagung. Disisi lain, dengan adanya BUMDES tersebut akan mengurangi angka pengangguran akibat putus sekolah dan minimnya lapangan pekerjaan. Dengan demikian, meskipun Wonosamudro merupakan sebuah kecamatan baru yang terletak di bagian utara paling ujung dari Kabupaten Boyolali, yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerinta dapat menjadi kecamatan yang mandiri, tidak selalu bergantung pada pemerintah daerah, dan dari hal tersebut dapat menjadikan kecamatan Wonosamudro lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Related Posts:

Review Buku : Ijtihad Membangun Basis Gerakan

Judul Buku      : Ijtihad Membangun Basis Gerakan

Penulis             : Amir Sudarsono

Penerbit           : Muda Cendekia

 

Buku Ijtihad Membangun Basis Gerakan merupakan buku yang cukup bagus untuk di baca dan di pahami oleh kader KAMMI itu sendiri. Karena di dalam buku ini sangat erat kaitannya dengan aktifitas yang seharusnya di lakukan oleh kader KAMMI itu sendiri. Sehingga kader KAMMI akan lebih memahami kondisi dan cara bergerak organisasi.

Dalam buku ini terdapat 3 bagian penting, yaitu bagian 1 menjabarkan tentang refleksi kelahiran, bagian ke 2 menjelaskan tentang software gerakan, dan bagian ke 3 menjelaskan tentang hardware gerakan. Dalam penyusunan buku ini cukup bagus, mulai dari pengenalan sejarah terbentuknya KAMMI sampai dengan perangkat yang seharusnya dimiliki dalam KAMMI itu sendiri tersusun dengan bagus dan jelas.

Pada bagian awal atau pertama, penulis menuturkan terkait dengan pengenalan KAMMI, mulai dari sejarah terbentuknya KAMMI, alasan yang mendasari terbentuknya gerakan ini. Gerakan ini muncul akibat dari kegelisahan mahasiswa pada masa itu tentang kondisi perpolitikan kampus yang mana mahasiswa sangat dibatasi ruang pergerakannya. Sehingga muncullah keinginan untuk membentuk basis masa yang lebih kuat utuk dapat menumbangkan rezim saat itu.

Kemudia pada bagian kedua dalam buku ini menjelaskan software gerakan. Pembahasan mengenai “software” gerakan dimulai pada aspek yang paling mendasar : ideology Visi “Muslim Negarawan” yang diusung oleh KAMMI memiliki karakter-karakter yang terejawantahkan dalam format gerakan intelektual profetik KAMMI. Pada titik itulah ideology KAMMI berperan sebagai “pembentuk” kader-kader KAMMI yang akan menjalankan peran Profetis kedepan, dalam kerangka ranah dan visi “Muslim Negarawan”. Ideologi tersebut akan menjadi mesin penggerak kader KAMMI dalam merancang perubahan sosial. Pada konteks itu, KAMMI memiliki strategi-strategi perubahan .Pertama, penyebaran wacana dan opini. Kedua, penanaman motivasi pada masyarakat. Ketiga,mobilisasi vertical dan networking lintas-bidang. Strategi perubahan sosial ini yang kemudian ditransformasikan menjadi “hardware” gerakan oleh kader-kader KAMMI.

Pada bagian ke 3 buku ini menjelaskan tengtang hardware gerakan. Software gerakan harus dijalankan dalam bentuk-bentuk aksi nyata. Itulah “hardware” gerakan . Hardware tersebut terbagi menjadi setidaknya lima hal yang strategis dilakukan KAMMI. Pertama, menggawangi "pemerintahan mahasiswa" dikampus-kampus. Hal ini tentu saja bukan sekadar dimanifestasikan dalam bentuk “menang pemira” atau “menjadi Ketua BEM”, tetapi harus selaras dengan visi “rahmatanlil‘alamin” yang diusung oleh Islam. KAMMI harus mampu menjadikan pemerintahan mahasiswa benar-benar representative dan terbuka bagi semua golongan, bukan hanya kader KAMMI, tetapi juga bagi entitas-entitas lain. Kedua, aksi massa yang simpatik dan benar-benar melambangkan visi KAMMI. Ketiga, konsolidasi dan penguatan organisasi melalui proses syura. Keempat, menggunakan media sebagai basis propaganda gerakan. Fungsi humas, seperti diungkapkan oleh Edo Segara, menjadi bagian penting dalam hal ini. Kelima, advokasi hak-hak public kepemangku kepentingan, terutama dalam konteks advokasi anggaran.

Itulah gambaran mengenai isi buku Ijtihad Membangun Basis Gerakan karya Amir Sudarsono yang sangat bagus untuk para kader KAMMI. Karena dengan membaca buku ini, kader KAMMI akan lebih memahami mulai dari sejarah pembentukan, alasan mendasar pembentukan KAMMI, sampai apa yang harus ada dan perangkat untuk bergerak itu apa saja.

Related Posts:

Review Buku : Menuju Jama’atul Muslimin

 

Judul Buku      : Menuju Jama’atul Muslimin

Penulis             : Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir

Penerbit           : Robbani Press

 


Buku Menuju Jamaatul Muslimin merupakan sebuah tesis yang di bukukan yang di tulis oleh penulis untuk meraih gelar Master di Universitas Islam di Madinah. Dengan testi ini penulis dinyatakan lulus dengan nilai imtiyaz (excellent). Sehingga buku ini dari segi keilmiahannya sudah sangat teruji.

Buku ini secara umum dapat di jadikan acuan bagi mereka yang ingin mempelajari terkait dengan jamaah. Buku ini mengulas cukup lenglap terkait masalah kejamaahan, mulai dari jamaah itu sendiri apa, bagaimana seharusnya jamaah itu, apa yang seharusnya ada dalam jamaah dan di tutup dengan memberikan beberapa contoh jamaah yang ada di dunia ini. Namun dikarenakan penulis lebih di posisi daerah Timur Tengah, sehingga sang penulis hanya memberikan gambaran kondisi jamaah yang berada di sekitaran penulis, ketika di bawa ke dalam kondisi Indonesia saat ini mungkin ada beberapa hal yang tidak di dapatkan di Indonesia.

Buku ini tersusun atas 4 bagian yang masing-masing memiliki muatan yang berbeda. Sebelum masuk pada bagian-bagian tersebut, dalam buku ini di awali dengan penjelasan terkait kepenulisan buku ini, serta di akhiri dengan membuka wawasan pembaca terkait makna jamaatul muslimin itu sendiri, kedudukan serta menjelaskan kondisi jamatul muslimin di masa saat ini. 

 Pada bagian pertama dalam buku ini membahas terkait dengan struktur organisasi jamaatul muslimin, yang mana di dalamnya menjelaskan terkait dengan komponen-komponen yang seharusnya ada dalam sebuah jamaatul muslimin. Mulai dari umat islam yang menjadi komponen utama dalam sebuah jamaatul muslimin. Pada bagian ini menjelaskan  secara gambling terkait dengan pengertian umat islam itu sendiri, sejarah, karakteristik serta unsur yang mempersatukan umat islam sehingga dapat terwujudnya sebuah jamaatul muslimin. Selanjutnya pada bagian ini menjelaskan terkait dengan perangkat penting dalam berjamaah, yaitu syuro (musyawarah). Dalam penjelasan bagian ini, di sampaikan banyak terkait dengan syuro itu sendiri apa, menjelaskan pentingnya syuro, menggambarkan kondisi syuro pada masa Rasulullah, sampai pada syarat-syarat yang di penuhi dan prinsip yang digunakan dalam syuro. Yang menarik dalam bagian ini syuro ini adalah di dalamnya mencantumkan pemahaman yang keliru tentang syuro, yang mana pada buku ini mengangkat kisah kekalahan kaum muslimin ketika perang Uhud. Selanjutnya membahas terkait dengan kepemimpinan dalam berjamaah, pada bagian ini menjelaskan secara gamblang terkait kepemimpinan dalam islam untuk mencapai sebuah jamaatul muslimin. Didalamnya juga membahas terkait dengan syarat, kewajiban, hokum mengangkat imam hingga di akhiri dengan pejelasan bahwa Allahlah pembuat kepemimpinan islam. Bagian terakhir dalam bagian pertama menjelaskan tentang tujuan dan sasaran dari jamaatul muslimin itu sendiri.

Bagian kedua dalam buku ini berisi tentang bagaimana jalan menuju sebuah jamaatul muslimin itu. Bagian ini secara umum membahas hokum-hukum islam terkait dengan jamaah, kemudian kesadaran para rasul dan pengikutnya untuk membentuk sebuah jamaah, dan di akhiri dengan keajiban para dai di berbagai kondisi dalam menentukan sikap berjamaahnya.

Bagian ketiga buku ini menjelaskan tentang rambu-rambu Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan sebuah jamaah. Bagian ini mejelaskan hal-hal yang penting untuk dilakukan dalam menyusun  sebuah jamaah, sehingga jamaah tersebut dapat di terima oleh masyarakat.

Bagian keempat dalam buku ini menjelaskan tentang tabiat jalan menuju jamaatul muslimin. Dalam bagian ini akan membawa pembaca untuk lebih memahami tabiat jalan itu secara luas. Kemudian di berikan contoh tabiat baik pada jaman sebelum kenabian dan sesudah kenabian, serta gangguan kaum musyrikin pada masa sahabat. Penulis dalam mengkahiri buku ini menjelaskan beberapa jamaah yang aktif dalam dunia islam sampai saat ini, mulai dari perjuangan islma setelah runtuhnya khilafah utsmaniyah, jamaah anshar as-sunnah al-muhammadiyah, hizbut tahir, jamaah tabligh dan jamaah ikhwanul muslimin.

 

Related Posts:

Review Buku : Fiqh Politik Hasan Al-Bana

 

Judul Buku      : Fiqh Politik Hasan Al-Bana

Penulis             : Muhith Muhammad Ishaq

Penerbit           : Robbani Press

 


Buku Fiqh Politik Hasan Al Bana berisikan teori politik serta politik praktis yang pernah di lakukan oleh beliau Hasan Al Bana selaku pendiri dan penggagas jamaah Ikhwanul Muslimin. Didalamnya terdapat poin-poin yang dapat mengembalikan pemahaman yang keliru terhadap politik itu sendiri.

Buku ini memiliki 34 bab yang tersusun singkat dan padat dalam menjabarkan isinya. Dalam buku ini menjelaskan secara singkat namun jelas terkait dengan fikih siyasah itu sendiri. Didalam buku tersebut juga memperlihatkan kondisi mesir saat itu.

Hal yang jadi menarik dalam buku ini adalah ketika seseorang memiliki keberanian untuk menulis sebuah fikih yang mana ada tokoh yang menjadi rujukan itu menandakan tokoh yang menjadi rujukan tersebut adalah seorang yang memang memiliki kemampuan pemahaman yang luar biasa terhadap ilmu fikih. Dan benar saja, dalam buku ini tepatnya pada bab 3 mengulas terkait keahlian Imam Hasan Al Bana dalam bidang fikih dan siyasah. Beliau, Hasan Al Bana memang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, beliau terlahir dari keluarga akhi hadist, sehingga kemampuannya tidak di ragukan lagi.

Buku tersebut disusun berdasarkan apa yang menjadi teori dan praktik politik yang pernah dilakukan oleh Hasan Al Bana, sehingga dalam buku tersebut hanya menggambarkan kondisi yang terjadi pada umat islam di timur tengah khususnya daerah Mesir. Ketika hal tersebut di bawa ke kondisi Indonesia saat ini mungki akan ada beberapa hal yang tentu berbeda kondisi, namun dalam buku tersebut masih dapat di jadikan rujukan untuk membuat suatu siyasah, karena sesungguhnya kehidupan ini akan terus berulang, entah dalam bentuk kejadian, kondisi atau semacamnya.

Buku fikih politik Hasan Al Bana ini membahas secara singkat dan padat terkait politik dalam islam. Dalam penyusunannya sangat runtut dan teratur, dimulai dari pengertian, sumber fikih, menjelaskan kondisi islam saat itu, menyandingkan dengan imperium barat, sampai bagaimana sikap yang beliau ambil dalam perpolitikan saat itu. Didalamnya juga memuat bagaimana kepemipinan islam dalam sebuah pemerintahan, bagaiman sikap yang harus di ambil oleh seorang muslim ketika berada di pemerintahan non muslim, bahkan peran wanita dalam politik pun di sampaikan dengan singkat namun jelas.

Kemudian buku ini ditutup dengan peran yang dilakukan oleh Hasan Al Bana serta Ikhwanul Muslimin dalam menyikapi dunia perpolitikan saat itu. Bagaimana langkah yang diambil jamaah sampai pada saat ini nama beliau di kenal oleh banyak orang. Sehingga apa yang di lakukan, apa yang di pikirkan oleh beliau Hasan Al Bana bersama Ikhwanul Muslimin dapat menjadi rujukan berbagai lembaga atau bahkan partia politik untuk berjuang dalam dunia perpolitikan.

 

Related Posts:

Makalah : KEGELISAHAN AKAN MEMBAWA PERUBAHAN

 

KEGELISAHAN AKAN MEMBAWA PERUBAHAN


BAB I

PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah

Perubahan merupakan suatu sunatullah yang akan selalu terjadi dan akan menjadi sebuah harapan baru untuk menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik lagi. Sejarah membuktikan, bahwa segala yang ada saat ini merupakan hasil dari perubahan-perubahan yang telah di lakukan oleh manusia maupun oleh sekelompok manusia yang menginginkan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. (Mulya, 2014)

Pemuda merupakan asset yang sangat berharga dan sangat di butuhkan dalam masyarakat. Pemudalah yang selalu menjadi garda terdepan dalam perubahan. Bisa dilihat dalam berbagai keterangan sejarah, bahwa pemuda adalah agen yang selalu mempelopori adanya perubahan kearah yang lebih baik lagi. Pemuda dengan pemikiran yang selalu memikirkan bagaimana kedepan yang lebih baik lagi akan menjadi agen perubahan bagi lingkungannya, bahkan lebih luas lagi seperti negara atau bahkan dunia. (Pramudyasari Nur Bintari, 2016)

Namun, dasar dari segala perubahan tersebut adalah kegelisahan. Kegelisahan yang menyelimuti hati khususnya pemudalah yang akan menuntun perubahan. Dengan adanya kegelisahan yang menyelimuti hati, menuntun mereka agen perubahan untuk selalu berfikir bagaimana untuk menghilangkan kegelisahan yang ada. Terlebih kegelisahan yang menyelimuti tersebut adalah kegelisahan yang menyangkut kehidupan masyarakat luas.

Kegelisahan yang dihadapi para agen perubahan tidak lain dan tidak bukan adalah kegelisahan akan ketidak adilan dan kegelisahan terhadap ketidak sejahteraan masyarakat. Hal tersebutlah yang harus dimiliki oleh setiap pemuda dan mereka harus tahu bagaimana menyelesaikan kegelisahaan yang ada tersebut. Sehingga apa yang menjadikannya gelisah dapat di kurangi dan bahkan di hilangkan. Sejarah pun membuktikan bahwa, hanya pemuda yang mampu mengelola kegelisahan tersebut menjadi aksi perubahan, yang akan menjadi agen perubahan.  

B.                 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1.                  Bagaimana peran pemuda di zaman milenial seperti sekarang ini?

2.                  Bagaimana pemuda dapat mengelola kegelisahan yang ada dalam diri, sehingga akan menghasilkan perubahan dalam masyarakat

BAB II

PEMBAHASAN

Keselisahan merupakan rasa tidak nyaman yang menyelimuti hati, sehingga mengakibatkan ketidak nyamanan dalam melakukan sesuatu. Kegelisahan dapat terjadi akibat situasi hati yang sedang kurang baik atau dapat juga akibat melihat relaita kondisi masyarakat yang kurang baik, sehingga menimbulkn ketidak nyamanan dalam hati. Menurut Freud, ada 3 jeis kegelisahan/kecemasan yang sering meliputi hati manusia. Kecemasan itu adalah kecemasan realistic, kecemasan moral, dan kecemasan neuritic.

1.      Kecemasan realistic secara normal, kecemasan ini sering dialami dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan realistic sering disebut juga dengan ketakutan.

2.      Kecemasan moral ini akan dirasakan ketika ancaman bukan dari dunia fisik, tetapi dari  dunia sosial.

3.      Kecemasan ini antara lain rasa malu, rasa bersalah dan lainnya. Kecemasan neuric ini muncul akibat rangsangan-rangsangan id. (Alkhawarismi, 2014)

Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala tingkah laku atau gerak-gerik itu umumnya lain dari biasanya, misalnya berjalan mondar-mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala, memandang jauh kedepan sambil mengepal-ngeoalkan tangannya, duduk termenung sambil memegang kepalanya, duduk dengan wajah murung atau sayu, malas bicara, dan lain-lain.

As syabab atau pemuda, dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang muda laki-laki; remaja; taruna. Atau bisa di artikan pemuda itu  sebagai generasi muda. Sementara dalam kamus Arab, makana As syabab memiliki arti lelaki yang masih muda atau anak-anak muda. Biasanya as syabab adalah sebutan untuk anak-anak usia sekolah. Tetapi dalam hadist, untuk laki-laki dibawah usia 40 tahun masih disebut sebagai as syabab atau pemuda. Didalam Al-quran, Allah SWT menerangkan makna pemuda yang terdapat pada surat Al Kahfi ayat ke 13 yang artinya:

Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad) perihal mereka dengan benar sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahi mereka dengan hidayah petunjuk

Pemuda merupakan asset paling berharga dalam perkembangan suatu bangsa, dan memiliki kedudukan yang istimewa. Bahkan Rasulullah mewasiatkan untuk berbuat baik kepada pemuda, seperti yang terdapat dalam sebuah hadist yang artinya:

            Aku berpesan kepdamu supaya berbuat baik kepada golongan pemuda, sesungguhnya hati mereka paling lembut. Sesungguhnya Allah telah mengutusku membawa agama hanif ini, lalu para pemuda bergabung denganku dan otang-orang tua menentangku.” (HR. Bukhari)

Menurut As Syahid Hasan Al Bana, As Syabab atau pemuda adalah:

1.      Pilar Kebangkitan Umat

2.      Rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan

3.      Panji dari setiap fikrah (Widiyastuti, 2013)

Lalu, kaitannya kegelisahan dengan pemuda dan perubahan masyarakat adalah pemuda harus mampu mengolah kegelisahan yang terdapat dalam hatinya untuk menghasilkan sebuah perubahan. Sejarah telah membuktikan bagaimana seorang/sekelompok pemuda yang mampu mengelola kegelisahan yang ada dalam hati mereka menjadi sebuah perubahan yang luar biasa. Yang pertama dapat kita lihat kembali kisah As Habul Kahfi yang mengisahkan sekelompok pemuda yang mungkin banyak orang ketahui mengasigkan diri didalam sebuah goa dan di tidurkan oleh Allah bertahun-tahun. Bukan tanpa sebab mereka mengasingkan dan bukan tanpa aksi sebelum mereka mengasingkan diri. (Widyanto, 2010)

Para pemuda Kahfi, adalah sekelompok orang yang Allah berikan kenikmatan iman dan keyakinan terhadap ketuhanan yang Maha Esa di tengah-tengah kedzoliman sebuah rezim yang mana sang raja mengakui dirinya sebagai Tuhan. Namun, para pemuda Kahfi tetap teguh dengan pendirian dan imannya. Mereka menyadari adanya kegelisahan dalam hati mereka terhadap kondisi masyarakat saat itu, dengan ketidak adilan dan ketidak sejahteraan masyarakat terlebih dengan kondisi yang penuh dengan kedzoliman, sehingga dengan izin Allah mereka dapat mempertahankan dan mengelola kegelisahan tersebut menjadi sebuah aksi perubahan yang dapat dirasakan oleh masyarakat/generasi setelahnya dan bahkan Allah mengabadikan kisah tersebut dalam Al-quran. (Suryanegara, 2018)

Peran pemuda memang sudah tidak dapat diragukan lagi dalam menyikapi kegelisahan dalam hati mereka sehingga menghasilkan perubahan yang banyak sejarah menyebutkan, selain dari kisah penuda Kahfi terdapat banyak kisah diantaranya adalah kisal sahabat Ali bin abi Thalib yang merupakan seorang pemuda yang termasuk dalam pemeluk Islam pertama dan selalu menjadi orang yang pertama kali menjemput setiap seruan perang sehingga beliau menjadi khalifah umat islam. (Husaini, 1981) Kemudian Muhammad Al Fatih yang mampu menakhlukkan konstantinopel di usia yang masih sanagat muda.

Indonesai pun memiliki kisah yang menggambarkan bagaimana peran pemuda sangat menjadi pengaruh dalam perubahan-perubahan yang ada. Dimulai dengan adanya kegelisahan-kegelisahan yang menyelimuti hati pemuda di Indonesia melahirkan berbagai gerakan-gerakan nasionalis yang mampu menyatukan bangsa ini. Lahirnya Boedi Utomo (1908) dalam sejarah yang sering kita pelajari di sekolahan merupakan tonggak dari peran pemuda dalam menyatukan bangsa ini. Dan dilanjutkan dengan lahirnya Sumpah Pemuda (1928), hingga yang terakhir adalah lahirnya Revormasi (1998). Pemudalah yang menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut. (Suryanegara, 2018)

Karakter pemuda yang selalu ingin tahu dan selalu ingin berbuatlah menjadi dasar yang sangat kuat dalam perubahan. Namun, sebuah pepatah mengatakan “pelaut ulung tidak terlahir dari laut yang tenang” merupakan pukulan terbesar bagi generasi muda saat ini, yang mana selalu mendapatkan kenikmatan dan ketenangan dengan segala fasilitas yang dimiliki. Hal tersebut dapat menjadikan pemuda tumpul akan perubahan. Semua rasa ingin tahu dan selalu ingin berbuat akan secara perlahan akan hilang dengan segala kenikmatan yang di peroleh pemuda saat ini. Pemuda yang mampu memberikan perubahan adalah mereka yang mampu mengelola kegelisahan yang mereka rasakan dengan tindakan nyata, bukan hanya sekedar angan-angan semata. (Al-Mubarakfuri, 2016)

Kondisi saat ini, baik di Indonesia maupun dunia merupakan kondisi yang menimbulkan kegelisahan, dan pemudalah yang seharusnya menjadi agen dalam menyambut kegelisahan ini menjadi sebuah aksi perubahan yang akan menjadikan bangsa ini dan bahkan dunia menjadi lebih baik lagi. Khusunya bagi kaum muslim, yang pada akhir-akhir ini selalu menjadi kambing hitam atas apa yang menimpa baik bangsa maupun dunia ini.

Indonesia sendiri merupakan bangsa dengan penduduk muslim terbesar di dunia belum mampu berbuat untuk perubahan, justru umat islam masih menjadi kambing hitam di negeri ini yang seharusnya menjadi agen perubahan. Para pemuda islam masih belum mampu mengolah kegelisahan yang mereka rasakan menjadi sebuah perubahan yang nyata dan memberikan dampak luar biasa bagi kehidupan bangsa maupun negara. Mereka masih terlalu menikmati kehidupan yang fana penuh dengan kebohongan ini, serta hanya mampu menjadi penonton yang bersorak di belakang layar handphone tanpa memberikan aksi nyata yang mampu membenahi kondisi dan menenangkan rasa kegelisahan ini.

Seharusnya pemuda islam menjadi garda terdepan dalam perubahan bangsa dan masyarakat ini. bahkan mereka yang mengaku sebagai aktivis pun hanya mampu bersorak di pinggiran jalan namun kurang terlihat dalam bentuk aksi nyata untuk menyelamatkan kondisi mayarakat yang semakin memurung ini. Para aktivis kurang memahami bagaimana urutan dalam menciptakan perubahan, dalam urutan beramal (marotibul amal) menjelaskan 4 urutan dalam berbuat memoerbaiki, yaitu : Perbaikan diri sendiri, perbaikan keluarga, perbbaikan masyarakat dan perbaikan bangsa dan negara. (Khotib)

Dalam proses perbaikan dalam upaya menciptakan perubahan, mereka yang mengaku sebagai aktivis hanya berfokus pada perbaikan diri sendiri yang itu menjadi dasar atas perbaikan selanjutnya. Ketika berkembang ke perbaikan selanjutnya pun, mereka hanya berfokus pada bagaimana memperbaiki keluarga atau yang sekarang sedang marak adalah banyaknya kajian terkait pra nikah, yang mana sangat diminati oleh banyak sekali aktivis. Mereka melupakan tahap selanjutnya, yaitu perbaikan terhadap masyarakat. Bagi mereka yang telah mencapai tahap perbaikan keluarga (memperoleh jodoh sesuai dengan harapan), mereka akan kehilangan semangat mereka dalam memperbaiki masyarakat. Sehingga, apa yang dicita-citakan dalam pencapaian kehidupan bangsa yang lebih baik, akan sangat sulit untuk tercapai.

Pemuda islam harus menjadi agen perubahan dalam mengelola kegelisahan yang di hadapi oleh masyarakat, sehingga meberikan perubahan yang berarti bagi masyarakat. Sehingga yang dapat di lakukan oleh para pemuda islam untuk mengelola kegelisahan adalah :

1.      Selalu memperbaiki hati dengan ber-tadzkiyatun nafs

Hati merupakan pengendali diri, bahkan rasulullah pernah menyampaikan dalam hadistnya bahwa ada segumpal daging yang apabila dia baik, maka baiklah seluruhnya dan apabila jelek maka jeleklah semuanya, itulah hati. Dengan senantiasa memperbaiki hati, seorang akan selalu dalam kondisi baik, sehingga untuk menciptakan perubahan dalam masyarakat akan di berikan kemudahan oleh Allah.

2.      Senantiasa memperbaiki diri dengan melakukan tarbiyah dzatiyah

Perbaikan diri sendiri merupakan dasar atas segala perubahan, semua perubahan berasal dari diri sendiri. Apabila diri sendiri dalam kondisi baik, niscaya perubahan masyarakat akan tercapai. Seperti dalam kisah Muhammad Al Fatih yang mampu menakhlukan Konstantinopel, beliau telah menyelesaikan permasalahan dalam dirinya sebelum melakukan perubahan untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.

3.      Melakukan aksi nyata untuk masyarakat bukan hanya sebatas wacana

Penyakit pemuda saat ini adalah terlalu banyak rencana dan wacana tanpa aksi nyata. Padahal yang paling dibutuhkan oleh masyarakat bukanlah sebanyak apa rencana atau wacana yang di buat, namun seberapa banyak yang bisa di berikan untuk masyarakat. Sehingga pemuda  islam harus mulai memahami hal tersebut.

Dalam menciptakan perubahan dalam masyarakat, tidak seperti atau tidak semudah seperti apa yang di wacanakan. Dalam perubahan masyarakat perlu adanya keseriusan dalam mengelola dan membersamai masyarakat. Pemuda islam seharusnya menjadi pilar utama dalam upaya perbaikan tersebut. Langakah yang dapat di lakukan oleh pemuda islam dalam menciptakan perubahan adalah:

1.      Mempersiapkan seluruh rencana dengan baik dan matang

Hal yang paling utama adalah membuat rencana dengan baik dan matang, sehingga apa yang akan dilakukan dapat terarah dan terkonsep dengan baik, agar capaian yang di rencanakan dapat tercapai dengan baik.

2.      Meneladani strategi dakwah Rasulullah

Dalam menyampaikan perubahan, ide-ide besar perlu di pelajari pula strategi penyampaiannya. Rasulullah adalah contoh yang sudah mampu memberikan bukti keberhasilan strategi penyampaian, sehingga perubahan tersebut dapat dirasakan bahkan sampai sekarang, di seluruh penjuru dunia. (AL-Ghadban, 1992)

3.      Melakukan pendampinga dan pengawasan

Hal yang sering kali di lupakan oleh mereka yang memuali sesuatu adalah pendampingan dan pengawasan yang terus menerus. Karena hal ini membutuhkan keluangan waktu dan keistiqomahan yang panjang. Hal inilah yang sampai saat ini masih kurang dilakukan oleh pemuda islam.

4.      Melakukan evaluasi secara berkala

Evaluasi merupakan bagian penting dalam menjalankan sebuah proyek, terlebih dalam menjalankan peran dalam masyarakat. Hal ini dikarenakan, dalam masyarakat tidak mengenal kesalahan, sekali melakukan kesalahan yang mengakibatkan luka dalam masyarakat, maka apapun yang akan dilakukan untuk masyarakat kepercayaan terhadap rencana yang dibawa akan menghilang. Untuk mengembalikan kepercayaan dalam masyarakat tidak semudah mengembalikan kepercayaan dalam birokrasi kampus. Sehingga perlu diadakannya pengelolaan program yang baik dan evaluasi yang berkala, agar mampu melihat perkembangan serta kekurangan dalam menjalankan program untuk masyarakat.

Kemenangan islam telah dijanjikan untuk umat islam, peran pemuda dalam mejemput kemenangan itu sangat dibutuhkan. Pemuda yang mampu mengelola kegelisahan terhadap kondisi masyarakatlah yang akan menjadi garda terdepan dalam perubahan menjemput kemenangan. Aksi nyata dalam memperbaiki masyarakat adalah cara yang harus di tempuh oleh para pemuda, tidak hanya menyuarakan kegelisahan tersebut di pinggiran jalan. Pemuda yang memiliki pandangan luas terhadap kondisi masyarakat serta memiliki keinginan untuk memperbaiki masyarakat secara langsunglah yang akan menjadi garda terdepan perubahan umat. (Yakan, 1985)

BAB III

PENUTUP

A.                Kesimpulan

Pemuda merupakan agem perubahan dalam masyarakat, pemuda islam adalah garda terdepan dalam perbaikan umat. Pemuda yang mampu mengelola kegelisahanlah yang akan menjadi sebuah semangat perubahan. Dalam pengelolaan kegelisahan dapat dilakukan dengan cara; selalu memperbaiki hati dengan ber-tadzkiyatun nafs, senantiasa memperbaiki diri dengan melakukan tarbiyah dzatiyah, melakukan aksi nyata untuk masyarakat bukan hanya sebatas wacana. Untuk mencapai perubahan nyata dalam masyarakat, pemuda islam dapat melakukannya dengan cara; mempersiapkan seluruh rencana dengan baik dan matang, meneladani strategi dakwah Rasulullah. melakukan pendampinga dan pengawasan, melakukan evaluasi secara berkala. Dengan begitu, perubahan yang diawali oleh pemuda akan dapat tercapai.

B.                Saran

Untuk para pemuda islam, rasulullah tekah menjanjikan sebuah kemenangan untuk umat ini, menjadi agen perubahan untuk menjemput kemenangan tersebut adalah pilihan yang harus di ambil. Sehingga perlu bagi pemuda islam untuk bangkit dengan mengelola kegelisahan yang menyeimuti hati, serta menciptakan perubahan pada masyarakat untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang menyebabkan kegelisahan tersebut.


 

Daftar Pustaka

AL-Ghadban, S. M. (1992). Manhaj Haraki 1. Jakarta: Rabbani Press.

Al-Mubarakfuri, S. S. (2016). Sirah Nabawiyah. Jakarta: Qistthi Press.

Anonim. (n.d.). Alkhawarismi. Retrieved Februari 11, 2019, from Alkhawarismi: http://www.mamz.weebly.com/manusia-dan-kegelisahan.html

Husaini, H. A. (1981). Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib R.A. Jakarta: Lembaga Penyelidikan Islam.

Mulya, G. N. (2014). Organisasi Pemuda Sebagai Wahana Kaderisasi Pemimpin Bangsa Berjiwa Pancasila. 1-15.

Pramudyasari Nur Bintari, C. D. (2016). Peran Pemuda Sebagai Penerus Tradisi Sambatan Dalam Rangka Pembentukan Karakter Gotong Royong. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 57-76.

Suryanegara, A. M. (2018). Api Sejarah 1. Bandung: Surya Dinasti.

Widiyastuti, S. (2013, Januari 23). Dakwatuna. Retrieved Februari 11, 2019, from Dakwatuna: http://www.dawatuna.com/2013/01/23/27175/siapakah-para-pemuda-masa-kini/

Widyanto, A. B. (2010). Pemuda Dalam Perubahan Sosial. Jurnal Historia Vitae, 1-10.

Yakan, F. (1985). Membangun Fikrah dan Visi Gerakan Islam. Jakarta: Robbani Press.

 

 

Related Posts:

Review Film : Indosesia Masih Subuh

 

Review Film “Indosesia Masih Subuh”


Dalam film tersebut mengisahkan seorang anak yang hidup dalam kekeurangan, bahakan untuk sekolah pun dia harus menunda karena tidak adanya biaya, dan dia harus bekerja sebagai tukang semir sepatu untuk bisa sekolah di tahun depan. Selain memiliki tekat yang kuat untuk tetap bisa sekolah, anak tersebut juga memilki rasa kecintaan yang luar biasa terhadap negara kita yaitu Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari sikapnya seperti sangat menyesal ketika dia telat mengikuti upacara bendera meskipun hanya bisa ikut dari luar pagar sekolah, memotivasi orang-orang yang membicarakan keburukan Indonesia, dan bahkan sampai membelikan bendera baru untuk sebuah sekolah dasar yang bendera untuk upacaranya sudah mulai using dengan uang hasil kerja kerasnya menyemir sepatu. Namun, semua yang dia lakukan belum memperoleh dukungan dari orang lain yang masih belum peduli dengan negara kita ini, bisa di lihat ketika ada tumpahan kopi oleh penjaga sekolah disitu yang di ambil untuk membersihkan adalah bendera Merah-Putih, dan lebih dari itu mereka juga menjadikannya asbak sehingga bendera tersebut berlubang karena rokok. Hal tersebut menggambarkan kondisi nyata di negara kita ini, dimana masih banyak sekali orang yang belum peduli dengan negara ini sehingga menyebabakan negara kita ini masih belum bisa maju.

Related Posts:

Pacaran Bukanlah Solusi

 

Pacaran Bukanlah Solusi

 

Pacaran itu memang asik, kita sering di ingatkan utnuk makan, tidur, pekerjaan rumah dan hal yang lainnya. Dan pacaran itu juga memang nikmat, kita bisa berduaan, berpegangan tangan, berciuman dan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan dilarang. Memang seperti itulah pacaran, kelihatan behagia tetapi pada akhirnya aka nada hati yang terluka, ada orang yang dibuat rugi dan ada orang yang siap menanggung malu diri. Pacaran itu bagaikan kebahagiaan dibatas senja, yang hanya indah seketika dan akan kembali jua, tanpa ada rasa yang menetap yang ada hanya sakit hati lagi dan lagi. (Kata seorang kawan dalam sosial medianya)

Memang seperti itulah adanya, bahwasannya kita hidup di dunia yang penuh dengan tipu daya dan penuh kepalsuan. Begitu pun halnya dengan apa yang meraka sebut dengan pacara, atau bahkan di kalangan orang yang menganggap bahwasannya dirinya baik adalah pacaran syari. Yang mana semua itu tidak ada bedanya antara meraka yang menggap pacara atau pun pacaran syari. Pada dasarnya mereka hanya melakukan sebuah kesia-siaan, melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang hal bodoh, yaitu mereka yang menganggap bahwa dengan pacaran mereka berubah menjadi lebih baik atau dalam hal ini mereka memperbaiki orang yang belum tentu menjadi jodohnya kelah, itu adalah hal bodoh dan kesia-siaan yang hakiki. Karena dia yang sedang bersamanya saat itu belum tentu menjadi pendamping hidupnya, sehingga apa yang dia lakukan selama pacara itu adalah sebuah hal yang sia-sia. Dalam pepatah, siapa yang menanam dia yang akan memanen, tentu hal itu tidak akan di dapatkan dalam pacaran, mereka yang berusaha memperbaiki orang yang dia cintai belum tentu dialah yang menjadi suami/istrinya kelak. Dalam agam kita, kita ketahuai bersama bahwa tidaklah ada amalan yang bernilai baik ketika itu di peroleh dari jalan yang tidak baik. Begitu pun dengan pacaran, pacaran bukanlah hal yang si syariatkan dalam agama kita, walaupun dengan dalih apa pun itu, tetap saja pacaran bukalah hal yang di halalkan dalam agama kita selama mereka belum di ikat dalam ikatan pernikahan.

Hal bodoh yang kedua adalah, bagi mereka yang selama berpacaran melakukan hal yang di luar batas, seperti bergandengan tanagn, berciuman atau hal yang lebih dari itu. Itu berarti dia yang melakukan itu, dia sedang menyiapkan pendamping hidup yang kelakuannya mungkin bisa lebih buruk / pernah melakukan hal yang lebih buruk dari apa yang dia lakukan ketika pacaran tersebut. Karena dalam agama kita, kita ketahui bahwasannya, laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik dan laki-laki yang buruk adalah untuk wanita yang buruk pula. Jangan anggap bahwa apa yang dilakukan terhadap pacar itu tidak akan berdampak pada jodoh kelak. Dalam sebuah kajian, beliau sang pemateri menyampaikan tidak pernah pacaran sejak dulu dikarenakan takut ketika memiliki istri akan mandul, entah beliaunya yang mandul atau istrinya.

Dari seorang ustad dalam sebuah pengajian, beliau menyampaikan bahwa dosa orang yang pacaran itu jauh lebih besar dari dosa orang yang berbohong. Dosa-dosa dari orang yang berpacaran itu berbagai macam. Al-quran menyampaikan bahwa janganlah engkau mendekati zina. Tindakan orang yang berpacaran, sudah di pastikan mereka paling tidak akan saling mempikirkan satu sama lain, dimana pun dan kapan pun. Bahakan bisa sampai mempikirkan hal yang kurang baik dengan sang pacar, itu sudah temasuk dalam zin pikiran. Belum lagi jika sampai bertemu, bergandeng tangan, beciuman dan hal yang lain yang lebih dari itu. Dalam agama kita, kita ketahui bahwa lebih baik berkubang dengan kawanan babi dari pada harus bersentuhan dengan yang bukan mahrom kita. Karena dalam hadisi Rasulullah bersabda:

Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sesungguhnya lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahromnya” (HR. Thobroni dalam Mu’ja Al Kabir 20:211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadist ini shohih)

Dari hadist diatas, sudah jelas bahwa sungguh besar dosa bagi yang melakukan hal tersebut. Dalam berpacaran, hapir dapat dipastikan akan melakukan hal yang di isyaratkan dalam hadist di atas, bisa jadi bergandeng tangan, berpelukan, berciuman atau hal yang lebih dari itu yang seharusnya belum menjadi haknya.

            Selain dua hal bodoh di atas, dari pacaran juga akan mengakibatkan hal yang lebh buruk, yaitu dapat mengancam nyawa. Kita sama-sama tahu, beberapa hari yang lalu kawan kita dari jurusan sebelah telah mengalami hal yang sangat tidak mengenakkan, bagi keluarga bahkan baki kita yang hanya mendengar kaber tersebut. Kawan kita tersebut menjadi korban pembunuhan yang di lakukan tidak lain adalah oleh sang pacarnya sendiri. Sehingga hal tersebut hendaklah menjadi pelajaran bagi kita semua untuk selalu menjaga diri, menjaga hati dari hal-hal yang sekiranya akan mengotori hati dan diri kita. Begitu indahnya agama kita dalam melakukan penjagaan terhadap diri kita, terhadap orang-orang di sekitar kita. Sebagai orang yang sedikit tahu terhadap kondisi-kondisi yang seperti itu, bagaimana dampak dari kejadian tersebut, marilah bersama kita setidaknya lebih menjaga diri, menjaga hati kita agar tetap terjaga, dan berusaha semampu kita untuk mengajak serta mengingatkan orang di sekitar kita agar orang-orang di sekitar kita juga tergaja dari hal-hal kesia-siaan di atas dan dari hal-hal yang tidak diinginkan lainya.

Related Posts:

Partai dan Organisasi Islam di Indonesia

 Partai dan Organisasi Islam di Indonesia


Pendahuluan

Periode Islam kontemporer dimulai sejak paruh kedua abad ke-20, yaitu sejak berakhirnya Perang Dunia II sampai sekarang. Periode ini ditandai oleh dua peristiwa utama. Pertama, dekolonisasi negara-negara Muslim dari cengkraman kolonialisme Eropa. Kedua, gelombang migrasi Muslim ke negara-negara Barat. Dua peristiwa itu telah mengubah lanskap geografi dunia Muslim. Apa yang disebut dunia Muslim tidak lagi identic dengan dunia Arab, tetapi meliputi berbagai negara nasional yang tersebar hampir seluruh penjuru dunia, merentang dari mulai Afrika Utara hingga Asia Tenggara. Selain itu, sejak itu pula kaum Muslim telah menjadi bagian dari lanskap demog rafi negara-negara Barat. Akan tetapi, pada dekade-dekade awal setelah Perang Dunia II, Islam belum menjadi subjek penting dalam politik global. Isu utama pada masa itu adalah Perang Dingin antara Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dengan jargon liberalismenya dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet dengan jargon komunismenya. Pertarungan ideologi antara kedua blok tersebut menjadi latar belakang hampir semua peristiwa politik ekonomi internasional.

Dalam hal ini, posisi negara-negara Non-Blok, termasuk Indonesia dan beberapa negara Muslim lainnya menjadi terjepit dan objek rebutan pengaruh negara-negara adidaya. Dekolonisasi negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim dari cengkeraman kolonialisme Eropa telah menghadapkan Islam dan kaum Muslim pada suatu realitas baru, yaitu negara-bangsa modern. Persis pada titik ini, klaim-klaim keagamaan Islam yang universal mau tak mau harus bekerja pada ranah partikular. Negara-bangsa modern secara normative selalu mengandaikan adanya ikatan kewarganegaraan yang terbatas.

Hubungan antara warga negara atau individu dan negara diikat oleh suatu komitmen yang sampai tingkat tertentu bersifat sekuler. Negara-bangsa modern  mentransendensikan warganya dari tempurung identitas-identitas etnik, agama dan jenis-jenis komunalisme lainnya ke dalam wadah besar bernama bangsa. Proses transendensi tersebut tidak pernah mudah, bahkan di banyak tempat terjadi kekerasan yang berdarah-darah. Salah satu penyebabnya adalah watak dari negara-bangsa modern itu sendir  yang—dalam perspektif Weber—diberi legitimasi untuk menggunakan kekerasan demi keutuhan teritorialnya.

Dalam konteks negara-bangsa modern, Islam adalah satu dari sekian banyak ideologi politik yang bertarung merebutkan tempat dan pengaruh dalam formasi negara dan struktur pemerintahan. Dengan kata lain, Islam dalam politik berubah dari identitas sakral menjadi identitas profan. Oleh karena itu, keberadaan partai Islam tidak otomatis mendapatkan dukungan penuh dari kaum Muslim. Kepedulian utama dalam politik negara-bangsa modern adalah pengelolaan ruang publik yang sekuler, bukan kepasrahan terhadap Tuhan. Kaum Muslim terlibat dalam berbagai partai politik dan gerakan sosial dengan ideologi beragam: liberal, sosialis, hingga komunis. (Mudzakkir, 2016)

 

Partai Islam di Indonesia

Partai politik (Parpol) adalah sebuah organisasi yang memperjuangkan nilai atau ideologi tertentu melalui struktur kekuasaan dan kekuasaan itu diperoleh melalui keikutsertaan di dalam pemilihan umum. Sementara, dalam Islam istilah partai politik baru dikenal pada masa moden ini. Yakni ketika Muslim bersentuhan dengan sistem demokrasi. Sebelum ada partai politik, di dunia Islam sudah ada terlebih dahulu lembaga politik bernama Ahl Al-Hall Wa Al 'Aqd. Ia berisi orang-orang berilmu, berintegritas dan punya otoritas untuk mengambil keputusan politik di lingkungan pemerintahan. Menurut Al-Mawardi, tugas utama lembaga ini adalah meneliti dan menguji calon-calon pemimpin yang diajukan. Ahl Al-Hall Wa Al 'Aqd pertama kali dibentuk pada masa akhir pemerintahan Umar bin Khattab. Umar menunjuk enam orang sahabat, agar satu orang diantara mereka diangkat sebagai pemimpin negara dengan lima orang sisanya. Dalam perjalanannya lembaga Ahl Al-Hall Wa Al 'Aqd ini tidak ada lagi secara permanen di zaman Ustman, begitu juga di zaman Ali bin Abi thalib keberadaannya semakin kabur. Hal ini disebabkan situasi politik yang dihadapi Ali pada waktu itu. Lalu pada era dinasti Umayyah dan Abbassiyyah lembaga ini sudah hilang karena corak pemerintahan berubah menjadi kerajaan. Di akhir abad 20, istilah Ahl Al-Hall Wa Al 'Aqd muncul kembali di Iran tapi dengan nama Dewan Mashlahat. Dewan ini dipilih oleh rakyat dan merekalah yang bermusyawarah untuk menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan Imam selaku penguasa spiritual di Iran.

Pasca Runtuhnya Imperium Ustmani dan Umat Islam mengenal demokrasi, maka munculah partai politik. Pertanyaan selanjutnya, apa nama parpol yang pertama kali muncul di dunia Islam? Siapa saja pendirinya? Dari berbagai sumber yang peneliti himpun, di Timur-tengah partai politik yang pertama kali muncul adalah Partai Ba’th di Damaskus yang didirikan Michel Aflaq pada 1940. Lalu di ikuti Jama’at al-Islamy di Pakistan bentukan Abu ‘Ala al-Maududi pada 21 Agustus 1941. Kemudian th 1953, Taqiyuddin an-Nabhani mendirikan Hizbut Tahrir dengan maksud melanjutkan kembali kehidupan Islami di bawah Khilafah Islamiyah. Di Aljazair ada Front Pembebasan Nasional yang dibentuk pada 1954 dan Partai FIS yang berdiri pada 1989. Adapun di Indonesia, gerakan politik nasional yang pertama kali muncul adalah Sarekat Dagang Islam (tahun 1911) yang akhirnya berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada 1912.

Menurut Syafi’i Ma’arif, SI sejak semula adalah gerakan politik. Sejak awal keberadaannya SI mendapat sambutan positif dari rakyat, dalam tempo singkat SI berkembang dengan cepat karena sifat keanggotaan SI terbuka untuk setiap orang tanpa memandang latar belakang sosio-etnis mereka. Sarekat Islam juga beraktivitas politik di Volksraad. Dan pada 1929 berganti nama menjadi PSII. Tidak hanya Sarekat Islam, sebenarnya pada 6 September 1912 telah berdiri Indische Partij bentukan Ernest Douwes Dekker bersama Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat; yang salah satu tujuannya adalah mempersatukan semua golongan sebagai persiapan untuk memperjuangkan kemerdekaan Hindia atau Indonesia. Namun sayangnya, pemerintah Hindia Belanda menolak status hukum Indische partij. Pemerintah was-was parpol ini akan menimbulkan ancaman keamanan. Akhirnya Douwes dekker membubarkan partai yang dirintisnya. Maklumat pembubaran diumumkan pada 31 Maret 1913.  Kemudian di tahun 1934 muncul Partai Arab Indonesia (PAI) pimpinan AR Baswedan.

Satu dekade berikutnya pada 7 November 1945 berdirilah partai Masyumi. Menurut Yusril Ihza Mahendra, inisiatif pembentukan partai itu datang dari sejumlah tokoh politik dan pergerakan sosial keagamaan Islam yang telah aktif semenjak zaman penjajahan Belanda. Diantara mereka adalah Haji Agus salim, Wahid Hasyim, M. Natsir, Mohammad Roem, Prawoto Mangkusasmito hingga Ki Bagus Hadikusuma. Selama Jepang menjajah Indonesia, seluruh kegiatan Partai Politik dilarang, kecuali untuk golongan Islam yang sudah membentuk Partai Masyumi. Partai Masyumi ini disokong oleh dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah. Namun dalam perjalanannya, para pendukung Masyumi keluar satu persatu. Bermula dari keluarnya PSII tahun 1947, kemudian NU tahun 1952 sehingga mengakibatkan posisi kekuatan Islam lemah dalam politik nasional. Pada pemilu 1955 secara nasional Masyumi menduduki urutan kedua setelah PNI. Masyumi bisa dikatakan sebagai “All Indonesian Party” karena memenangkan perolehan suara di 10 dari 15 daerah pemilihan yang berhasil melaksanakan pemilu. Tetapi satu hal yang sukar dibantah dalam pemilu 1955 kekuatan Islam terpecah pecah jadi 6 partai, meskipun begitu dalam hal memperjuangkan negara berdasar Islam mereka bersatu. Hal ini juga makin diperparah dengan diberlakukannya ideologi Nasionalis, Agama dan Komunis (NASAKOM) pada masa Demokrasi Terpimpin. Hanya 3 partai saja yang setuju dengan Nasakom yakni PNI, NU dan PKI. Sedangkan Masyumi yang tidak setuju dengan gagasan itu dianggap sebagai kontra revolusi. Sehingga Masyumi di Bubarkan oleh Sukarno tahun 1960. Dengan bubarnya Masyumi praktis kekuatan politik Islam terpinggirkan dari pentas politik nasional.

Memasuki masa Orde Baru, sebenarnya Umat Islam mempunyai harapan yang besar yaitu akan kembalinya Masyumi. Ternyata harapan itu hanya tinggal harapan. Sebab rezim Orde baru tidak membolehkan Masyumi tampil kembali sebagai partai politik. Sebagai gantinya, pada 5 Februari 1968 rezim Orde baru mengizinkan berdirinya Parmusi dengan syarat tokoh eks Masyumi dilarang memegang jabatan penting dalam Parmusi. Guna mencegah munculnya Neo-Masyumi. Tindakan pemerintah tak hanya sampai disitu. Demi alasan stabilitas politik sebagai prasarat pembangunan ekonomi, Orde baru kemudian melakukan restrukturisasi kepartaian (fusi). Akibatnya jumlah partai politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Proses marginalisasi yang dilakukan rezim Orde baru ternyata terus berlanjut, yaitu dengan diberlakukannya asas tunggal Pancasila. Akhirnya PPP, sebagai benteng terakhir kekuatan politik Islam, menanggalkan asas Islam dan menggantinya dengan asas Pancasila. Situasi marginalisasi politik ini tetap berlangsung hingga tahun 1998. Perubahan rezim Orde baru pada 1998 membuat bangsa Indonesia memasuki periode baru yang disebut era reformasi, sejak bergulirnya era reformasi, semua orang bisa berbicara tentang apa saja dengan bebas, termasuk mengemukakan ide-ide atau pendapat yang berkaitan dengan Islam; sesuatu yang di zaman Orde Baru sangat dilarang seperti formalisasi Syariat Islam, Piagam Jakarta, Islamic Book Fair, bahkan keinginan untuk mendirikan Ormas dan Partai Politik berasaskan Islam.

Memasuki millenium ke-3 atau abad ke -21 ini, tiba-tiba muncul dan berkembang pesat gerakan-gerakan Islam di luar Muhammadiyah, Persis, NU maupun ICMI. Di antara gerakan-gerakan itu, terdapat gerakan Tarbiyah yang kemudian menjelma menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Hidayatullah, Laskar Jihad, dan Salafi. Gerakan-gerakan ini muncul secara fenomenal, kontroversial dan cukup berpengaruh.Fenomenal karena mampu berkembang sangat cepat dan menarik banyak pihak. Menurut Dr. Moh. Nurhakim, mereka berhasil mendirikan cabang-cabang, dan mendapat pengikut yang cukup pesat. Kontroversial, karena sebagian dari mereka ada yang melakukan kegiatan sweping terhadap diskotik, tempat perjudian, remaja yang sedang berbuat asusila hingga penggrebekan terhadap penganut aliran sesat. Sehingga fenomena tersebut menimbulkan pro-kontra di masyarakat.Pro-kontra itu bisa dipahami oleh karena di antara gerakan-gerakan ini ada yang cenderung bersikap militan dan radikal. Namun, di sisi lain, di antara gerakan-gerakan tersebut ada yang bersikap moderat, simpatik dan memberikan layanan-layanan publik. Selain itu, pro-kontra disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti persaingan politik ataupun kepentingan pribadi, dan boleh jadi dikarenakan sebagian masyarakat belum cukup mengenali siapa mereka sebenarnya. (Arifin, 2015)

 

Organisai Islam di Indonesia

Pemikiran dan gerakan pembaruan dalam Islam merupakan suatu proses yang tidak pernah berhenti. Tidak dapat disangkal pula, bahwa pada masa-masa tertentu dalam sejarah Islam terdapat masa kemandegan dalam proses tersebut. Tetapi pada saat seperti itu muncul tokoh-tokoh Muslim pembaharu yang tidak “betah” berada dalam kemapanan yang terlalu berkepanjangan, dengan melakukan reinterprestasi terhadap ajaran agama dalam rangka menjawab tantangan-tantangan zaman. Lewat karya mereka yang dibaca orang, kemudian mengilhami lahirnya pemikiran dan pembaruan dalam Islam. Ada juga yang muncul dalam bentuk organisasi-organisasi formal dengan program-program jihad dalam rangka menegakkan ajaran Tuhan di seluruh penjuru bumi, yang lainnya adalah harakahharakah tajdid yang terus menerus menggali inti ajaran Islam. Setelah hubungan Indonesia semakin erat dengan dunia Islam lainnya di abad ke-19, terutama Timur Tengah, angin pembaruan di negara itupun sampai ke Indonesia. Pengaruh Wahabi, gerakan pemurnian yang gencar memerangi khurafat, takhayul dan bid’ah masuk ke Sumatera Barat melalui Gerakan Paderi (1803-1837). Setelah Gerakan Paderi, proses pembaruan di Indonesia terhenti dan baru bangkit kembali di awal abad ke-20.

Pembaruan ini dilakukan melalui perdagangan, urbanisasi, dan pendidikan. Di Jawa, sejumlah pergerakan Islam didirikan antara tahun 1905 dan 1912. Organisasi pertama yang didirikan adalah Muhammadiyah pada tahun 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan (1868-1922) untuk memperbaharui praktek Islam dan untuk memperbaiki kehidupan komunitas Muslim. Pada tahun 1928 di bentuk sebuah lembaga khusus guna mengkaji persoalan-persoalan hukum Islam yang diberi nama Majelis Tarjih, Lembaga ini di pimpin oleh KH. Mas Mansur. Pada awal berdirinya, lembaga ini lebih banyak mencurahkan perhatian pada persoalan-persoalan khilafiah dalam masalah ibadah seperti perlu dan tidaknya membaca do’a kunut dalam shalat subuh dan lain sebagainya. Namun sejak tahun 1960 yakni pada Muktamar Muhammdiyah di Pekalongan, sesuai dengan perkembangan hukum Islam, lembaga ini mulai membahas berbagai persoalan hukum kontemporer, khususnya yang berkaitan dengan persoalan-persoalan sosial, seperti tranplantasi organ tubuh, asuransi, aborsi, dan lain sebagainya. Pada tahun 1995, salah satu keputusan Muktamar Aceh yaitu perubahan nama “Majelis Tarjih” menjadi “Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam”. Perubahan tersebut mengingat semakin banyak dan kompleknya problematika-problematika yang dihadapi uamt Islam pada puluhan tahun terakhir ini. Terutama berkembangnya pemikiran baru, yang kesemuanya harus dijawab oleh Majelis Tarjih. Dan karena nama tarjih masih identik dengan masalah-masalah fikih, maka nama Majlis Tarjih perlu di tambah dengan sebutan yang bisa mewakili tugas tersebut, maka dipilihlah nama Pengembangan Pemikiran Islam.

Organisasi pembaru lainnya adalah Persatuan Islam (Persis), didirikan di Jawa Barat pada tahun 1923 oleh kelompok pedagang yang diketuai oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus, juga mencurahkan pada pengkajian agama, menyebarkan praktek ritual Islam yang benar, dan kepatuhan dalam menjalankan hukum Islam. Lembaga hukum pada awal pembentukannya diberi nama Majelis Ulama. Lembaga ini bertugas menyusun pedoman ibadah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw., serta melahirkan pemikiran-pemikiran teologis yang dapat menghindarkan jama’ahnya dari bid’ah serta penyimpangan lainnya. Nama “Majelis Ulama” ini terus berlangsung sampai periode kepemimpinan KH. Isa Anshari (1948-1960), dan kemudian diganti dengan nama “Dewan Hisbah” sejak kepemimpinan KH E. Abdurrahman (1961-1983). Penggantian nama tersebut dimaksud agar fungsi ulama dikembangkan, tidak semata-mata melakukan kajian hukum tetapi juga melakukan kontrol, baik terhadap para fungsionaris, maupun anggota jama’ah secara keseluruhan. Dewan Hisbah benar-benar baru berfungsi pada dekade 1980-an setelah Latif Mukhtar menggantikan KH E. Abdurrahman pada tahun 1983. Terbentuknya sejumlah pergerakan Muslim yang menekankan pembaruan keagamaan, modernisme pendidikan, dan aksi politik, memancing sebuah gerakan tandingan dikalangan ulama tradisional. Pada tahun 1921 sebuah Persatuan Ulama Minangkabau didirikan, dan diikuti oleh berdirinya Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama). Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan (Jam’iyah Diniyah Islamiah) yang berhaluan Ahli Sunnah wal-Jama’ah (Aswaja). Organisasi ini didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1334 H) oleh K.H. Hasyim Asy’ari beserta para tokoh ulama tradisional dan usahawan di Jawa Timur.

Dalam perjalanannya, NU pernah menjadi partai politik pada tahun 1952, setelah organisasi ini menyatakan keluar dari Masyumi pada tahun itu. Pada tahun 1984, setelah mengalami serangkaian pukulan politik, terutama setelah fugsinya kedalam PPP, NU menyatakan mengundurkan diri dari afiliasinya secara formal dengan PPP.13 Sedangkan Muhammadiyah, seperti diketahui tidak pernah menjadi partai politik. Meskipun demikian, organisasi ini pernah menjadi tulang punggung partai politik Masyumi. Dengan dilarangnya Masyumi pada tahun 1960, dan difusikannya Parmusi (yang secara luas dipandang sebagai pengganti Masyumi) kedalam PPP pada 1973, Muhammadiyah memutuskan untuk memfokuskan kegiatan-kegiatannya pada program-program sosial-keagamaan.

Dalam melaksanakan program organisasi dalam bidang hokum Islam, NU mempunyai sebuah forum yang dinamakan Bahtsul Masa’il yang dikoordinasi oleh lembaga Syuriah. Hal ini terdapat pada Butir 7, Pasal 16, ART NU menyebutkan Lajnah Bahtsul Masa’il adalah lembaga yang berfungsi, yaitu menghimpun masalah-masalah yang menuntut kepastian hukum.15 Secara historis forum Bahtsul Masa’il telah ada sebelum NU berdiri. Saat itu sudah ada tradisi diskusi dikalangan pesantren yang melibatkan kiai dan santri yang hasilnya diterbitkan dalam bulletin LINO (Lailatul Ijtima’ Nahdlatul Oelama).

Selanjutnya untuk menghimpun para ulama dari berbagai organisasi Islam, maka pada tahun 1975 dibentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), yaitu sebuah lembaga yang didukung oleh pemerintah pada masa orde baru. Lembaga ini adalah sebuah badan otonom diluar badan-badan pemerintahan, dan kadangkala bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah mengenai Islam. Salah satu di antara beberapa fungsi utama MUI adalah menumbuhkan hubungan yang lebih positif antara ulama (para pemimpin agama) dan umarĂ¢ (para pemimpin negara).17 Posisi MUI di Indonesia adalah sebagai Dewan Pertimbangan Syariah Nasional untuk mewujudkan Islam yang penuh rahmat bagi kehidupan masyarakat. MUI memiliki visi yaitu terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegeraan yang baik sebagai hasil penggalangan potensi dan partisipasi umat Islam melalui aktualisasi potensi ulama, cendekiawan, para tokoh, dan kaum kaya muslim untuk kejayaan Islam dan umat Islam. Sedangkan misi MUI adalah menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan Islam secara efektif sehingga mampu mengarahkan dan membina umat Islam dalam menanamkan dan memupuk akidah Islam, menjalankan syariat Islam, dan menjadikan ulama sebagai panutan dalam mengembangkan akhlak mulia sehingga terwujud masyarakat yang berpredikat khair al-ummah. Organisasi tersebut dapat mewakili beberapa organisasi yang memiliki otoritatif yang menyimbolkan aspirasi kolektif umat Islam Indonesia. Khususnya NU dan Muhammadiyah, keduanya mewakili segmen yang cukup besar dari kaum Muslim di Indonesia. Hal ini menyebabkan MUI diterima dengan baik oleh organisasi Muslim di Indonesia. (Fitriyani, 2010)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, di Indonesia sebagai negara dengan penduduk islam terbesar di dunia telah melahirkan berbagai macam partai politik dan organisasi yang berlandaskan islam serta memiliki peran yang cukup besar dalam perjalanan bangsa ini. Di era sekarang, di mana demokrasi dimaknai sebagai kebebasan bagi siapa pun untuk mengartikulasikan kepentingan dan identitasnya di ruang publik, peluang Islam untuk terlibat dalam politik sangat besar. Akan tetapi, persis pada titik inilah Islam tidak bisa lagi mengklaim diri sebagai pesan dari langit yang suci, tetapi bagian dari politik yang penuh dengan kepentingan-kepentingan manusia yang duniawi.


Referensi

Arifin, F. A. (2015, Juni 24). Kompasiana. Retrieved September 17, 2020, from Kompasiana: http://www.kompasiana.com/amp/fadh-ahmad/fadh-ahmad-awal-mula-kemuculan-partai-politik-di-dunia-islam/

Fitriyani. (2010). Organisasi Islam dan Pegembangan Hukum Islam di Indonesia. Jurnal Al-Ulum, 73-90.

Mudzakkir, A. (2016). Islam dan Politik di Era Kontemporer. Episteme, 31-48.

 

Related Posts: